Selamat datang kawan di blogku yang sederhana ini, jangan lupa follow blogku ya biar persaudaraan kita tidak terputus. Terima kasih kawan atas kunjungannya, semoga bermanfaat.

Sabtu, 16 April 2011

Peralihan Status Daulah Umayah II dari Imarah ke Khalifah


PEMBAHASAN
A. Biografi
Abdurrahman III merupakan cucu dari Amir Kordoba sebelumnya, Abdullah bin Muhammad, yang merupakan salah satu penguasa Al-Andalus yang terlemah. Pada masa kekuasaan Abdullah, Al-Andalus mengalami kemunduran dan daerah Islam di Iberia tak lebih dari kota Kordoba dan sekitarnya. Abdurrahman III menggantikan kakeknya pada tahun 912 ketika berumur 23 tahun, dan dengan cepat ia berhasil mengembalikan kekuasaan Islam di Iberia, bahkan memperluas wilayahnya hingga Afrika Utara. Pada 16 Januari 929, ia menyatakan dirinya sebagai khalifah (pemimpin yang sah dari umat Islam), menyetarakan dirinya dengan dua pemimpin lain yang juga menyatakan dirinya sebagai khalifah, yaitu pemimpin Bani Fatimiyah di Tunis dan Bani Abbasiyah di Baghdad. Dasar dari pernyataan ini adalah karena Abdurrahman merupakan keturunan Bani Umayyah, yang dulunya memegang gelar khalifah di Damaskus, namun digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Ia lalu membangun Madinah Az-Zahra, sebuah kota dengan kompleks istana sekitar 5 km dari Kordoba, pada tahun 936 hingga 940. Ia lalu memindahkan seluruh dewan pemerintahannya ke Madinah Az-Zahra pada 947-948. Namun pada abad ke-11 kompleks istana ini ditinggalkan dan mulai tertimbun, dan reruntuhannya baru mulai digali lagi pada 1911.
Pada masa pemerintahannya, ia membuka jalur diplomasi dengan Otto I dari Kekaisaran Romawi Suci dan dengan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium).

A. Kebijakan ‘Abd al-Rahman al-Nashir
Abdurrahman III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia diangkat menjadi pemimpin setelah ayahnya meninggal dunia. Kemudian pada tahun 301 H/913 M Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Sehingga para perusuh dan musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat dan besar itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman melakukan penaklukan kota-kota di bagian Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil menaklukan Seville dan beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan penentangnya, seperti kaum Kristen Andalusia yang selama itu menjadi penentang utama kekuasaan Islam, tidak berani melakukan perlawanan terhadap Abdurrahman III. Hanya masyarakat kota Toledo yang berusaha menentang kekuasaan Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka semua dapat digagalkan, karena kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada tandingannnya saat itu. Setelah ia berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di Toledo ini, Abdurrahman meneruskan usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen di bagian Utara Andalusia.
Abdurrahman dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana. Ia akan segera menghancurkan semua gerakan yang akan menantang kekuasaannya. Untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk perbaikan pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah sebagai berikut:
Politik Dalam Negeri
Sejak awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah menghadapi beberapa pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek kelompok Kriste. Setelah dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di Andalusia, Abdurrahman III menghadapi serangan dari Ordano II, kepala suku Lyon yang berusaha merebut beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada saat bersamaan, Abdurrahman juga tengah berselisih dengan Al-Mu’iz, Khalifah Fathimiyah di Mesir. Untuk mengatasi persoalan dalam negeri dan mengusir para perusuh, Abdurrahman III memberikan kepercayaan kepada Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu dijalankan dengan baik, sehingga pasukan Ordano II terdesak. Melihat kenyataan ini, akhirnya Ordano II berkoali dengan pasukan Sancho, kepala suku dari Nevarra. Namun, usaha usaha koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman III setelah berhasil mengatasi konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam pertempuran itu, akhirnya Ordano II dan Sancho tewas terbunuh.
Setelah Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di dalam negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan gelar baru, yaitu khalifah dengan sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat itulah para penguasa Islam di Andalusia menggunakan gelar tersebut. Dengan demikian pada masa ini terdapat dua khalifah Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di Andalusia. Sementara di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu khalifah dari Dinasti Fathimiah.
Mendirikan Angkatan Laut
Untuk memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka Abdurrahman melakukan kebijakan dalam bidang militer. Salah satu kebijakan yang diambil adalah rekruitmen atau pengangkatan tentara dari masyarakat non-Arab, terutama dari bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka didik secara militer, sehingga menjadi pasukan yang terlatih dan terampil berperang, selain sangat patuh terhadap khalifah. Salah satu alasannya karena ia tidak suka terhadap para bangsawan dan masyarakat Arab yang seringkali melakukan gerakan perlawanan dan menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat Khalifah Abdurrahman III.
Kebijakan ini tentu saja menimbulkan amarah dari para bangsawan Arab, sehingga mereka melakukan pemberontakan. Sayangnya, pemberontakan mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Abdurrahman III ini. Dalam pertempuran Al-Khandaq dan pengepungan kota Zamora, militer Arab menderita kekalahan besar sehingga mereka tidak dapat berkutik lagi.
Konflik internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah Fathimiah di Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk menguasai jalur Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan angkatan laut yang cukup besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan laut yang dilengkapi dengan 300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini, pasukan Umayyah berhasil menguasai Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika Utara, sehingga dengan mudah menguasai wilayah-wilayah lain di sekitar Ceuta.
Membangun Kota Cordova
Pada awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak memiliki daya tarik bagi bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III berhasil menguasai kota Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota terbesar dan termegah di dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota tersebut ditandai dengan adanya istana dan bangunan gedung-gedung mewah, masjid-masjid besar, jembatan yang kokoh dan panjang yang melintasi sungai Wail Kabir dan Madinah Al-Zahra, sebagai salah satu kota kecil dan mungil yang terletak di salah satu penjuru Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki 300 masjid besar, 100 istana megah, 1.300 gedung dan 300 buah tempat pemandian umum.
Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.
Memajukan ilmu pengetahuan
Abdurrahman III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi politik ke yang lebih baik dan beberapa pembangunan yang terus mengalami kemajuan, malainkan juga berhasil memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia juga memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan lembaga pendidikan dan perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana yang lahir sebagai intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga Cordova menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana atau pencari ilmu dari berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.
B. Menghadapi Ancaman Fatimiyah di Selatan dan Kerajaan Nasrani di Utara
Musuh yang paling berbahaya pada masa ‘Abd al-Rahman adalah Dinasti Fatimiyah di selatan, dan raja-raja Leon Kristen di utara.’Ubaydullah al-Mahdi, pendiri Dinasti Fatimiyah di Tunisia pada 909 M, telah berunding menggalang sebuah persekutuan dengan Ibn Hafshun dan mengirimkan beberapa orang mata-mata ke kawasan selat. Karena mereka mengklain sebagai keturunan Fatimiyah, putri Rasulullah sekaligus istri Ali, paara khalifah Fatimiyah tidak akan mengakui otoritas lain dalam Islam selain otoritas mereka sendiri. Ibn Masarrah (883-931), seorang warga Kordova, seorang filosof yang terpengaruh oleh filsafat Empedocles, dan mengenalkan ke pembaca Barat pemikiran esoteris, dengan ungkapan-ungkapan yang bermakna batin dan misterius yang hanya bisa dipahami oleh penggunaannya, mungkin pernah ditugaskan untuk mendirikan partai Fatimiyah di Spanyol lewat kelompok-kelompok mistik yang ia pimpin. Sadar bahwa posisinya di Spanyol tidak lagi aman karena banyaknya musuh di Afrika, ‘Abd al-Rahman kedaulatannya diakui di Maroko pada awal 917 atau 918 berhasil menguasai Ceuta pada 913, dan akhirnya memperoleh pengakuan dari sebagian penduduk partai Barbaria. Armadanya yang telah diperbesar dan diperbarui, tiada duanya di dunia pada masa itu. Dengan Almeria sebagai pelabuhan utama, ia menyulut pertikaian dengan angkatan laut Fatimiyah untuk memperebutkan supremasi atas kawasan Mediterania barat.
Tatkala berbagai operasi melawan musuh-musuh domestik dan asing sedang berjalan, ‘Abd al-Rahman, ibunya adalah seorang budak Kristen, acapkali terlibat dalam perang suci melawan kaum Kristen di utara yang sampai saat itu belum pernah ditaklukan. Di kawasan itu, daratan Basques membentang di tengah, berbatasan dengan Pyrenees. Di sebelah timur ada beberapa kerajaan yang masih berupa embrio, yakni Navare dan Aragon. Di barat terbentang sejumlah kawqasan yang berkembang menjadi kerajaan Castile dan Leon. Pada awal 914, raja Leon yang pemberani, Ordono II, memanfaatkan situasi runyam yang sedang dihadapi kerajaan muslim, dan memulai peperangan dengan menghancurkan wilayah selatan. Tiga tahun kemudian ia berhasil menangkap seorang jenderal ‘Abd al-Rahman, dan memaku kepalanya berdampingan dengan seekor babi hutan, pada salah satu dinding benteng perbatasan San Esteban de Gormaz, yang diserbu oleh jenderal muslim itu. Setelah itu, beberpa kali serbuan dilakukan berturut-turut kepada musuh dari utara ini. Tahun 920 ‘Abd al-Rahman turun langsung ke medan pertempuran, meruntuhkan San Esteban (S. Estevan), dan menghancurkan sejumlah benteng lainnya di tanah sengketa antara Kristen dan Islam. Di Val de Junqueras (lembah alang-alang), ‘Abd al-Rahman berhadapan dengan pasukan gabungan Ordono II dan Sancho yang Agung dari Navarre, dan berhasil mengalahkan keduannya dengan telak. Setelah menyerbu daerah-daerah di Navarre, juga sejumlah daerah Kristen di sekitarnya, ‘Abd al-Rahman pulang ke ibu kotanaya sebagai pemenang perang. Empat tahun kemudian, ia merangsek lebih jauh ke utara hingga mencapai Pampeluna, ibu kota Navarre, yang kemudian ia hancurkan. Raja Navarre yang angkuh, tumpuan pihak kaum Kristen di timur, yang dijuluki “anjing” oleh Ibn ‘Idhari. Dibuat tidak berdaya untuk kurun waktu yang panjang setelah itu. Hampir pada saat yang bersamaan, pahlawan pribumi lainnya, Ordono, mati dan mengakibatkan terjadinya pertikaian sipil berkepanjangan, yang menghentikan seluruh aktivitas militer.[1]
C. Proklamasi Kekhalifahan
Gelar Amir tetap dipertahankan sampai amir kedelapan ‘Abd. Rahman III (300-350/912-961). Proklamasi Fathimiyah di Ifriqiyah pad 297/909, di samping gengsi Daulah Abbasiyah yang sudah sangat merosot sepeninggal al-Mutawakkil (232-247/847-861) mendorong Abd Rahman untuk memproklamasikan diri sebagai khalifah dan amir al-mukminin. Ia un menambah gelar al-Nashir di belakangnya mengikuti tradisi dua khalifah lainnya.
Pada masa al-Nashir inilah Bani Umayah II mencapai puncak kejayaan hingga Hakam II al-Mustanshir (350-366/961-976). Ketika al-Mustanshir wafat Putera Mahkota Hisyam II yang baru berusai 10 th. dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al-Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Amir al-Qahthani , Hakim Agung pada masa akhir kekuasaan al-Mustanshir, mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah di bawah pengaruhnya. Ia memaklumkan diri sebagai al-Malik al-Manshur Billah (366-393/976-1003) dikenal sebagai Hajib al-Mansur.
Untuk memperkuat kedudukannya, al-Manshur menyingkirkan pangeran2 Bani Umayyah dan pemuka2 suku yang berpengaruh. Ia membentuk polisi rahasia dari orang2 Barbar, sedangkan tentara khalifah dari orang2 Slavia dibubarkan diganti orang2 Barbar, dan orang Nasrani dari Leon, Castilla dan Navarre.
Perkembangan Kota dan Seni Bangun dan Peradaban lainnya
Penduduk Andalusia, baik Muslim maupun non Muslim memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam pembangunan Negara. Bani Umayyah II mampu menempatkan Cordova sejajar dengan Konstantinopel dan Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Di masa al-Dakhil ia menggali danau yang airnya didatangkan dari pegunungan. Air ini dialirkan melalui pipa ke istana, rumah2 penduduk, juga dialirkan melalui parit2 ke kolam2 dan lahan2 pertanian. Mendirikian Masjid Cordova yang megah, bermacam-macam istana juga dibangun, membangun kota2 besar yang dikelilingi tembok-tembok kokoh.
Perkembangan sastra Arab berkembang pesat dan menjadi bahasa resmi Negara pada abad ke IX di Andalusia.. Sastrawan terkemuka Andalusia adalah Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, lahir di Cordova 246/860, Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid 382/992 dan lain-lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembanga di antaranya: Ilmu Fikih, dengan tokohnya Ibn Hazmin, dia juga menyusun ilmu sejarah, teologi, Hadits, puisi dan lain2. Ilmu Qira’at, Filsafat, Astronomi, Kedokteran, Fisika, Matematika. Fikih yang cukup terkenal di Andalusi bermazhhab Maliki.[2]
KESIMPULAN

Di dalam penjelesan diatas dapat disimpulkan, bahwa Abd al-Rahman al-Nashir atau Abdurrahman III (912-961 M). Ia naik tahta dalam usia 23 tahun, usia yang relatif muda. Usaha yang dilakukannya pertama kali ditujukan kepada pengukuhan kesatuan dan stabilitas dalam negeri. Begitu ia dilantik ia mengirm utusan kepada gubernur-gubernur yang ada disemenanjung Iberia dan mengajak mereka untuk memberikan bai'at kepadanya. Sebagian diantara mereka menyambut seruan itu dengan baik dan sebagian yang lain tidak memperdulikannya. Dalam menghadapi penentanganya, Abdurahman III menumpasnya dengan militer sehingga dalam jangka 10 tahun umat Islam Spanyol bersatu kembali.
Abdurahman III membangun beberapa buah istana dan memajukan pertanian rakyat. Rakyat taat kepadanya dan semua orang merasa hidup damai bersamanya. la mewajibkan penguasa-penguasa Kristen membayar upeti ke Cordova. Pada tahun 929, ia memproklamirkan dirinya sebagai khalifah. Pada masa kekuasaanya, Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di Barat sebagai tandingan Bagdad di Timur.
Abdurrahman III di anggap sebagai sang penyelamat imperium muslim Spanyol.
Dengan berbagai kebijakan dan kemampuan intelektualnya, maka stabilitas nasional terkendali serta dapat menarik masyarakat Spanyol dengan tidak menimbulkan jurang pemisah antara kelas dan golongan agama yang ada, sehingga benar-benar tercipta suatu imperium Umayyah yang damai dan kuat di Spanyol. Setelah memegang kekuasaan selama 49 tahun, ia meninggal dunia pada bulan oktober 961 M.
DAFTAR PUSTAKA

K. Hitti, Philip, History of The Arabs, terbitan Palgrave Macmillan: New York, 2002.

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_III

http://dheo-education.blogspot.com/2008/05/bani-ummayah.html

http://khamim-mubarok.blogspot.com/2011/01/sekilas-pada-masa-ke-emasan-bani.html

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=9&sqi=2&ved=0CEwQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimages.emarifin.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FTAIPmAooCGoAAFT9GoA1%2FSKI%2520Aliyah%25203.doc%3Fkey%3Demarifin%3Ajournal%3A3%26nmid%3D339903418&rct=j&q=peralihan%20status%20bani%20umayyah%20II%20masa%20abdurrahman%20III%20al%20nashir&ei=WQCYTenpI43PrQfAuvjiCw&usg=AFQjCNE t10H1jVV4BEZ75KL17f8sHTxRg&sig2=4DKLBRf3WCkZVok0V-CT5w&cad=rja

[1]Philip K Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 227-665.
[2] http://dheo-education.blogspot.com/2008/05/bani-ummayah.html

Tidak ada komentar: