Selamat datang kawan di blogku yang sederhana ini, jangan lupa follow blogku ya biar persaudaraan kita tidak terputus. Terima kasih kawan atas kunjungannya, semoga bermanfaat.

Sabtu, 19 Desember 2009

SOSIOLOGI INTERPRETIF: TEORI-TEORI TINDAKAN

SOSIOLOGI INTERPRETIF: TEORI-TEORI TINDAKAN

Interaksionisme simbolik
Interaksionisme simbolik (IS) adalah nama yang memberikan kepada salah satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pertanyaan-pertanyaan seperti “ definisi situasi”, “realitas di mata pemiliknya”, dan jika orang mndefinisikan situasi itu nyata, maka nyatalah situasi itu dalam konsekuensinya menjadi relevan. Menurut ahli teori IS, kehidupan sosial secara harfiah adaah interaksi manusia melalui penggunaan simbol-simbol. IS tertarik pada:
1. cara manusia menggunakan simbol untuk mengungkapkan apa yang mereka maksud dan untuk berkomunikasi satu sama lain ( suatu minat interpretif yang ortodoks).
2. akibat interpretasi atas simbol-simbol terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial.
Salah satu kontribusi utama IS bagi teori tindakan adalah elaborasi dan menjelaskan berbagai akibat interpretasi terhadap orang lain terhadap identitas sosial induvidu yang menjadi objek dari interpretasi tersebut.

Kontruksi citra diri
Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita menggunakan interpretasi orang laon sebagai bukti kita pikir siapa kita. Berarti, citra diri (self image) kesadaran identitas kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Citra diri adalah produk dari proses interpretif alokasi makna antara satu orang dengan orang lain yang bagi teori tindakan adalah akar dari semua interaksi sosial.
IS berpendapat bahwa kerap kali yang menjadi persoalan bukanlah apakah interpretasi itu benar, melainkan dampaknya terhadap penerimanya.
Manfaat dari hasil proses interaksi antara orang yang menginterpretasi dan orang yang diinterpretasi jelas dapat dilihat. Diri kita orang yang kita menjadi tergantung pada orang-orang tertentu yang kita kebetulan bertemu dalam perjalanan hidup. Orang tua, saudara, kerabat, teman, rekan kerja dan lain-lain dapat membentuk kita menjadi orang yang berbeda.

Akting sosial: penghadiran dii dalam kehidupan sehari-hari
Namun, pengaruh orang lain baru separuh dari proses interaksi yang ditekankan oleh IS. Jauh dari isu kepribadian manusia yang begitu saja dikontruksi secara pasif oleh orang lain, IS menekankana peran aktif yang dimainkan manusia dalam penciptaan diri sosiala (social selves) mereka. Akibat dari kita yang mengelola atau mengatur irama, respons-respons orang lain dengan cara menghadirkan citra kita sedemikian sesuai dengan yang inginkan mereka berpikir tentang kita. Kita menjadi aktor-aktor di atas panggung kehidupan, menuliskan garis-garis kehidupan kita.

Teori labeling
Label yang berlawanan dengan ciri-ciri
Kadang-kadang kita tidak berada dalam posisi memprotes kesalahan interpretasi orang lain terhadap kita karena kita sudah mati.
Teori labeling berpendapat bahwa kadang-kadang proses labeling itu berlebihan karena sang korban salah interpretasi itu bahkan tidak dapat melawan dampaknya terhadap dirinya. Berhadapan dengan label yang diterapkan drengan kuat, citra diri orang yang dilabel itu dapat runtuh. Ia akan memandang dirinya seperti citra yang dilabelkan orang lain kepadanya.

Perubahan cira diri
Identifikasi dari proses ini adalah gambaran penggunaan teori labeling terhadap penyimpangan suatu wilayah di mana teori ini sangat berpengaruh. Salah satu kontribusinya yang paling signifikan bagi kajian tentang perilaku menyimpang adalah menunjukan bahwa identifikasi penyimpangan adalah produk interpretasi individu tertentu dalam tatanan sosial tertentu. Juga ditunjukan bahwa reaksi orang lain terhadap orang yang dilabel menyimpang kadang-kadang begitu berat sehingga mereka dapat memproduksi perubahan yang dramatik dalam citra diri yang sudah terbentuk.

Goffman dan institusionalisasi
Goffman (1968) mendefinisikan institusi total sebagai tempat-tempat tinggal dan bekerja di mana sejumlah orang yang dikondisikan sama dipisahkan dari masyarakat yang lebih luas untuk waktu ang cukup lama, bersama-sama menjalani kehidupan yang diatur secara formal berdasarkan jadwal-jadwal yang ketat. Ia mengatakan bahwa dalam kondisi demikian, pengaturan kehidupan benar-benar dirancang untuk mengganti citra diri yang ada dengan yang baru, yang lebih diterima oleh institusi.
Meskipun teori labeling biasnya berpendapat bahwa proses tersebut tidak dapat dilawan oleh penerimanya, Goffman benar dengan prinsip-prinsip interaksionisnya.

Teori labeling dan kejahatan
Teori labeling berpendapat bahwa ada dua pertanyaan dasar yang harus dikemukakan tentang kejahatan:
1. Mengapa sebagian aktivitas manusia dianggap ilegal, sedangkan aktivitas yang lain tidak?
2. mengapa sebagian orang menjadi jahat (kriminal), sedangkan yang lain tidak?

Menurut teori labeling, jawaban atas kedua pertanyaan tersebut mencerminkan distribusi kekuasaan dalam masyarakat . Orang yang berkuasa tidak hanya dapat bertindak terhadap apa yang disebut ilegal dalam suatu masyarakat, tetapijuga dapat mempengaruhi siapa saja yang dilabel sebagai kriminal . Teori labeling berpendapat bahwa meski kita kerapkali berpikir bahwa hukum datang dari Tuhan atau cukup pasti dalam kepentingan setiap orang, sesungguhnya tidak semudah itu dalam kenyataan. Sesungguhnya dalam konstruksi aturan hukum itu adalah tindakan politik. Keputusan bahwa tindakan ini boleh, sedangkan tindakan itu tidak boleh, dibuat oleh manusia yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan.

Pelanggaran hukum
Dari sudut pandang ini, tugas suatu eksplanasi mengenai kejahatan sosiologi, psikologis, atau biologis adalah untuk mengungkapakan penyebab mengapa seseorang terjerumus kedalam jalur kejahatan itu. Bagi teori labeling, segala sesuatu tidaklah berjalan menuju garis lurus, terutama karena analisis seperti itu mengabaikan perbedaan besar antara jumlah kejahatan yang dilakukan dan jumlah penjahat yang dihukm.
Menurut teori labeling, kita tidak perlu mencari jawaban lebih jauh daripada distribusi kekuasaan dalam masyarakat. Hal yang sama, pihak yang berkuasa dapat menentukan tindakan-tindakan mana saja yang ilegal dan yang mana tidak, mereka juga bisa mengembangkan persepsi tertentu tentang kriminal keuntungan bagi mereka. Jadi meskipun statistik resmi hanya memberikan sedikit gambaran tentang distribusi aktual kejahatan dalam masyarakat, angka statistik tersebut sesungguhnya banyak menunjukan kepada kita bagaimana polisi dan penegak hukum lainnya memandang dan memberi label kriminal.

Struktur vs tindakan: analisis kejahatan
Di ranah seperti kejahatan, asumsi struktur dan tindakan bertemu. Dengan memperhitungkan penentu-penentu (determenant) eksternal dari aktivitas sosialyang terdapat dalam struktur sosial, para teoris struktural mencari alasan mengapa, sebagaimana ditunjukan oleh statistik pengaduan, orang-orang tertentu melakukan tindak kejahatan sedangkan yang lain tidak.
Salah satu eksplanasi yang paling populer tentang gejala ini adalah teori sub-budaya. Disini kejahatan dijelaskan sebagai produk pengaruh kebudayaan atau norma-norma. Dengan demikina tugas sosiologi adalah mengidentifikasi unsur-unsur kebudayaan yang meningkatkan kejahatan tersebut dalam suatu dunia sosial dan bukan di dunia sosial yang lain.
Alasan dari kontradiksi yang nyata ini adalah bahwa teori-teori sosiologi, khususnya ketika dopraktekkan untuk menjelaskan daerah tertentu kehidupan sosial, biasanya tidak sepenuhnya struktural dan juga bukana sepenuhnya interpretif. IS merupakan bentuk yang cukup moderat dari teori tindakan, yang paling menekankan pentingnyainterpretasi dalam konstruksi sosial dari realitas, tidak menolak eksistensi definisi yang memiliki bersama semacam kebudayaan bersama, katakan demikian yang menjadi sumber bagi manusia untuk memilih interpretasi mereka.
Dalam hal ini, IS menempati wilayah tengah antara teori struktual murni dan teori tindakan murni. Menurut faktanya, sebagian besar teori sosiologi itu berada di antara ekstrim-ekstrim ini, yang tidak mengkonsentrasikan perhatian secara ekslusif pada determinan eksternal maupun interpretasi, melainkan menekankan satu daripada yang lain. Ekstrim yang paling jelas dari interpretif ini adalah etnometologi.

Etnometodologi
Etnometodologi mendorong kasus teori tindakan bahwasanya realitas sosial itu adalah kreasi paa pelaku hingga ke tapal batas.
Etnometodologi itu memiliki tiga asumsi:
1. kehidupan sosial pada dasarnya tidak pasti; segala sesuatu adapat terjadi dalam interaksi; namun,
2. para pelaku tak menyadari hal ini, karena
3. tanpa mereka ketahui, mereka mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat dunia nampak sebagai tempat ayang teratur.

Konsentrasi perhatian utama etnometodologi agak berbeda dari teori-teori tindakan lainnya. Daripada berkutat pada dasil interpretasi penciptaan citra diri atau konsekuensi labeling. Etnometodologi tidak tertarik pada dnia sosial tertentu melainkan lebih tertarik pada bagian-bagian spesifik interaksi di antara anggota-anggotanya. Penekanannya adalah tentang bagaimana keteraturan suatu tataran sosial merupakan pencapaian (yang tidak diketahui) oleh para partisipannya.
Minat untuk menguraikan kemampuan-kemampuan praktikal para partisipan (anggota) berasal dari teori tentang realitas yang disebut fenomenologi. Fenomenologi ini menekankan bahwa sesuatu atau kejadian tidak memiliki makna sendiri. Gejala itu hanya memiliki makna apabila manusia menjadikannya makna.

2 komentar:

Download video youtube mengatakan...

Makasih sudah berbagi info sosiologi interpretatif

Chatting Yahoo Messenger mengatakan...

Makasih infonya tentang SOSIOLOGI INTERPRETIF: TEORI-TEORI TINDAKAN